Rabu, 27 Februari 2008

Jauhi Sikap Pura-Pura

Si pembenci berpura-pura dengan bibirnya, tetapi dalam hati dikandungnya tipu daya.
(Amsal 26:24)
Seorang perwira yang baru saja dinaikkan pangkatnya menjadi kolonel duduk di meja kerjanya dan dengan bangga melirik pada lencana yang di semat di bahunya. Tak lama, seorang petugas masuk ke kantornya, membungkukkan diri memberi hormat dan baru akan mulai bicara. Berlagak sibuk, saat itu juga kolonel itu menyela dan berkata, "Tunggu sebentar, aku harus menelepon seseorang. Ini penting sekali!" Ia dengan serius mulai menekan nomor teleponnya dan beberapa detik kemudian ia terlibat dalam pembicaraan. "Halo Jenderal Anwar, saya ingin menjawab undangan Anda untuk bisa bertemu dengan Presiden, tetapi bukankah Anda juga ingin agar saya bertemu dengan tiga jenderal lainnya? baik jam dua siang ya. Saya akan ada di sana." Kemudian sang kolonel meletakkan pesawat teleponnya dengan wajah angkuh lalu barulah ia berpaling kepada petugas tadi. Dengan ketus ia bertanya apa keperluannya. Lalu petugas itu dengan polos berkata, "Saya dikirim ke sini untuk menyambungkan kabel telepon bapak." Wajah sang kolonel langsung memerah.
Sikap pura-pura sangat identik dengan kebohongan. Salah satu karakter buruk ini tentu saja dapat menghambat kita dalam mencapai kesuksesan sejati. Setiap orang yang kita jumpai setiap hari, entah di kantor, di lingkungan rumah atau di dunia pelayanan, pastilah menginginkan kita bersikap apa adanya, tulus dan jujur.
Kepura-puraan mungkin awalnya bisa menutupi kesalahan tetapi tentu saja tidak akan bertahan lama. Semuanya dapat terbongkar kapan saja. Karena itu, di mana pun kita berada, mari kita belajar untuk selalu bersikap tulus dan terbuka. (IS)



Jika Anda melakukan sesuatu yang busuk, cepat atau lambat orang lain pasti akan mencium baunya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar