Pendidikan yang mengurung mereka di dalam kelas dan membuat mereka takut menghadapi kenyataan di lapangan. – Paulus Wirutomo
Demikian diungkapkan Guru Besar Sosiologi Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo, dalam diskusi publik “RAPBN 2011: Anggaran, Proyeksi Pengembangan Bangsa”, di Jakarta, Kamis (12/8/2010). Paulus mengatakan, krisis logistik menyangkut masalah pendanaan dan fasilitas, sementara krisis fungsional menyoal pada tujuan hakiki dari pendidikan itu sendiri.
“Tujuan hakiki pendidikan adalah membebaskan diri dari kebodohan, kemiskinan, memberikan kemandirian, mengembangkan kesadaran tentang hak dan kewajiban warga negara, serta pengembangan moral, etika, dan estetika,” ujarnya.
Paulus menilai, pendidikan di Indonesia belum mampu memberi kebebasan bagi setiap warganya. Dia mencontohkan, semakin banyak lulusan sarjana strata satu (S-1) yang tidak mendapatkan pekerjaan, kemudian melanjutkan pendidikan ke tingkat lebih tinggi dan seterusnya. Kondisi ini, kata dia, justru akan memupuk rasa ego yang tinggi di dalam diri ketika memandang sebuah pekerjaan.
“Pendidikan yang mengurung mereka di dalam kelas dan membuat mereka takut menghadapi kenyataan di lapangan,” tutur Paulus.
Guru Besar UI itu kemudian memaparkan, jika kita tidak mampu mencapai pada pendidikan yang hakiki, maka kita akan jatuh kepada, antara lain; ritualisme pendidikan (hanya menjalankan keseharian di dalam kelas), pemborosan biaya, pedagogihitam (sekolah sebagai tempat pengadilan) yang akan menampik pilihan yang ada di masyarakat layaknya multiple choice.
“Contoh kasusnya adalah ujian nasional (UN). Apakah tujuannya sesuai dengan fungsi pendidikan?” ujar Paulus.
Sumber: Kompas.Com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar